Jakarta punya satu musim yang bisa ditambahkan dalam daftar keunikan kota ini, yakni banjir. Setiap tahun tak pernah absen, pasti banjir. Rupanya masalah ini sudah berlangsung ratusan tahun.
Banjir di Jakarta ternyata sudah terjadi semenjak masa pemerintahan Kolonial Belanda. Beberapa tahun setelah mendarat, pemerintahan kolonial sudah merasakan rumitnya menangani banjir di Batavia. Banjir besar pertama kali mereka rasakan di tahun 1621, diikuti tahun 1654 dan 1876.
Karena sering dilanda banjir, pemerintah Belanda merasa perlu untuk mulai mengelola air secara serius. Tahun 1918 Pemerintah Belanda mulai membangun beberapa kanal. Misalnya Kanal Banjir Barat (BKB) pada tahun 1922 antara Manggarai-Muara Angke sepanjang 17,4 km.
Kanal banjir ini merupakan gagasan Prof H van Breen dari BOW (cikal bakal Kementrian Pekerjaan Umum). Inti konsep ini adalah pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke kota Jakarta.
|
Kanal banjir di foto lama |
Meski sudah dibangun Kanal Banjir Barat, bukan berarti persoalan banjir di Jakarta bisa langsung diselesaikan. Pada Januari 1932 lagi-lagi banjir besar melumpuhkan Kota Jakarta. Ratusan rumah di kawasan Jalan Sabang dan Thamrin digenangi air. Saat pemerintahan beralih ke Republik Indonesia masalah banjir di Jakarta pun tak kunjung bisa diselesaikan. Tercatat sejak kemerdekaan beberapa banjir besar terjadi di Jakarta, seperti pada tahun 1976, 1984, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007, 2008, dan kini 2013.
Untuk mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran dari hulu di Jakarta bagian timur dibangun Kanal Banjir Timur (BKT). Sama seperti BKB, BKT mengacu pada rencana induk yang kemudian dilengkapi "The Study on Urban Drainage and Wastewater Disposal Project in the City of Jakarta" tahun 1991, serta "The Study on Comprehensive River Water Management Plan in Jabotabek" pada Maret 1997.
|
Muara Kanal Banjir Barat |
Selain berfungsi mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri, dan pergudangan di Jakarta bagian timur, BKT juga dimaksudkan sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana transportasi air.
Penggalian untuk Kanal Banjir Timurnya sendiri baru dimulai pada tahun 2003. Panjang Kanal Banjir Timur ini 23,6 km dimulai dari Wilayah Jakarta Timur sampai dengan Wilayah Jakarta Utara, memiliki daya tampung limpahan air 390 m kubik per detik.
|
Kanal Banjir Timur |
Untuk pembuatan BKT yang direncanakankan selesai pada tahun 2014 ini, perlu pembebasan lahan seluas 405,28 hektare yang terdiri dari 147,9 hektare di Jakarta Utara dan 257,3 hektare di Jakarta Timur.
BKT mungkin jadi salah satu cara penanggulangan banjir, walau nyatanya masalah ini tetap kompleks saat jaman semakin modern. Pasalnya, selain sampah, Jakarta juga semakin kekurangan lahan resapan air (RAP).
Perilaku warga untuk disiplin membuang sampah di tempat sampah, dan keseriusan pemerintah menambah ruang hijau jadi pekerjaan rumah kita bersama.